Pemerintah Tingkatkan Kolaborasi Cegah Karhutla

Pekanbaru – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, memimpin Rapat Koordinasi dan Dialog Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di SKA CoEx, Pekanbaru, guna memperkuat upaya pencegahan dan penanganan karhutla. Riau ditetapkan sebagai provinsi indikator utama keberhasilan pengendalian karhutla nasional.
“Riau ini sangat penting dan menjadi indikator keberhasilan pengendalian Karhutla di Indonesia. Apa bila Riau sukses, Insya Allah provinsi lain dapat kita tangani,” ujar Hanif.
Meskipun tantangan masih besar dengan luas lahan terdampak mencapai sekitar 600 hektare hingga April 2025, pemerintah terus mengintensifkan strategi pengendalian terintegrasi, terutama di wilayah rawan seperti Riau.
“Itu sebabnya butuh penanganan cepat dan terkoordinasi,” jelasnya.
Dalam rapat tersebut, Hanif menyerukan penguatan peran Masyarakat Peduli Api (MPA) sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan karhutla. Ia juga menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor, termasuk pemerintah daerah, instansi vertikal, aparat penegak hukum, serta pelaku usaha.
“Saya ingin upaya kita bersama ini bisa menekan angka terjadinya karhutla. Jika ada kegiatan yang diperlukan dan berhubungan dengan Kementerian LH, kami akan sangat senang mendapat masukan dari teman-teman sekalian,” tuturnya.
Hanif menegaskan pentingnya pengawasan menyeluruh terhadap areal konsesi yang menjadi titik rawan, dan memastikan seluruh pemangku kepentingan menjalankan tanggung jawab sesuai regulasi.
“Lakukan pengawasan serius terkait penanganan karhutla, terutama di areal konsesi, dimandatkan untuk memberikan langkah – langkah pendekatan represif. Memang langkah-langkah yang kami lakukan agak berat, tapi ini adalah perintah undang-undang,” tegas Hanif.
Kementerian Lingkungan Hidup juga menggandeng Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) untuk memperkuat antisipasi dan mitigasi karhutla.
Hanif menyatakan bahwa Gapki memiliki peran penting dalam memastikan standar operasional industri sawit berjalan sesuai prinsip keberlanjutan.
“Kami akan terus mendorong setiap perusahaan sawit wajib menjadi anggota Gapki. Karena ke depan, salah satu syarat mendapatkan sertifikat Proper adalah menjadi anggota Gapki,” ujar Hanif.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum II Gapki, Susanto, menyatakan kesiapan anggotanya menghadapi musim kemarau 2025 yang diprediksi BMKG akan terjadi pada Juni hingga Oktober.
“Sebanyak 752 perusahaan anggota Gapki wajib mematuhi regulasi dan memastikan seluruh sumber daya, personil dan peralatan selalu dalam kondisi siap,” kata Susanto.
Gapki juga menerapkan pendekatan kolaboratif berbasis lanskap, dengan melibatkan perusahaan, pemerintah, dan kelompok MPA. Langkah ini meliputi sosialisasi, pelatihan, dan sertifikasi untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di lapangan.