Langkah Nyata Pemerintah Pulihkan Korban Judi Daring Lewat Pembinaan Terpadu

*) Oleh : M. Syahrul Fahmi
Masifnya penyebaran judi daring telah menimbulkan darurat sosial yang nyata di tengah masyarakat. Tak hanya merusak sendi-sendi ekonomi rumah tangga, praktikini juga menyeret berbagai kalangan, termasuk penerima bantuan sosial (bansos), kedalam jerat kemiskinan yang makin dalam. Keprihatinan publik kian menguat seiringterbongkarnya fakta bahwa ratusan ribu keluarga penerima manfaat (KPM) ternyataturut menjadi bagian dari ekosistem judi daring. Namun demikian, pemerintah tidaktinggal diam. Langkah-langkah nyata dan terukur mulai dijalankan untuk memulihkankondisi ini melalui pendekatan pembinaan yang terpadu, manusiawi, dan solutif.
Kementerian Sosial (Kemensos) menjadi garda depan dalam menangani kasus inisecara sistematis. Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipulmenyatakan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap KPM yang terindikasi terlibat dalam aktivitas judi daring. Hasil koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap faktamencengangkan: sebanyak 603.999 KPM tercatat melakukan transaksi yang berkaitan dengan judi daring. Dari jumlah tersebut, 228.048 KPM telah dihentikanhaknya atas bansos pada triwulan kedua tahun ini sebagai bentuk penegasan bahwabansos tidak boleh disalahgunakan.
Langkah ini tentu bukan sekadar sanksi. Pemerintah memahami bahwa sebagianpelaku merupakan korban dari jebakan digital yang sistematis dan massif. Oleh karena itu, Kemensos juga tengah mengevaluasi 375.951 KPM lainnya untuk periodetriwulan ketiga dengan pendekatan yang lebih mendalam dan inklusif. Upaya inibukan hanya ditujukan untuk penyaringan data, tetapi juga sebagai basis untukpembinaan lanjutan. Kemensos turut bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dalammenganalisis rekening-rekening penerima bansos yang tidak aktif maupun memilikipola transaksi mencurigakan. Kombinasi antara analisis finansial dan verifikasi sosialini menjadi pilar penting dalam memastikan bansos benar-benar sampai kepadamereka yang berhak.
Sikap tegas sekaligus humanis dari Kemensos mencerminkan semangat pemulihan, bukan sekadar pemutusan hak. Dalam konteks ini, pembinaan menjadi bagian integral dari strategi nasional melawan dampak destruktif judi daring. Tak hanya Kemensos di tingkat pusat, pemerintah daerah pun mulai bergerak aktif. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa Pemprov DKI berkomitmen membina wargapenerima bansos yang terjebak dalam praktik judi daring. Tujuannya jelas, agar mereka tidak kembali mengulangi kesalahan yang sama, dan dapat bangkit menjadiindividu yang produktif dan bertanggung jawab.
Pembinaan ini dirancang dengan pendekatan multidimensi. Di antaranya melaluiedukasi literasi digital dan keuangan, bimbingan psikososial, pelatihan keterampilankerja, hingga pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas. Dengan memahami latarbelakang sosial dan ekonomi korban judi daring, program pembinaan diarahkan untukmembangun kembali kesadaran, rasa percaya diri, dan kemampuan mereka untukmandiri. Di Jakarta, misalnya, sejumlah lembaga kemasyarakatan, organisasikeagamaan, dan psikolog komunitas dilibatkan untuk memperkuat sisi pendampinganmental dan spiritual para korban.
Pendekatan pembinaan yang dilakukan pemerintah merupakan bentuk intervensiprogresif yang patut diapresiasi. Alih-alih sekadar menghukum, langkah inimencerminkan paradigma pembangunan sosial yang berpihak pada korban, sekaligusmendorong pencegahan berulangnya kasus serupa. Judi daring bukan hanya soalpelanggaran hukum, tetapi juga tentang degradasi moral dan sosial yang membutuhkan pemulihan menyeluruh. Oleh karena itu, keberadaan program pembinaan menjadi instrumen penting untuk memutus rantai kecanduan, membangunketahanan keluarga, serta menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa judi daring adalahjalan buntu.
Selain upaya pembinaan langsung, pemerintah juga mendorong kerja sama lintassektor dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat. Edukasi sejak dini mengenaibahaya judi daring, termasuk melalui kurikulum sekolah dan kampanye publik, menjadi bagian dari strategi jangka panjang. Integrasi data antar-lembaga juga memungkinkan pendeteksian dini terhadap penyalahgunaan bansos dan aktivitasdigital mencurigakan lainnya. Dengan basis data yang akurat dan sistem kontrol yang ketat, pemerintah dapat bergerak lebih cepat dan tepat dalam melakukan intervensisosial.
Namun, keberhasilan program ini tentu tidak bisa semata-mata disandarkan pada pemerintah. Peran masyarakat sipil sangatlah penting dalam mendukung proses pemulihan korban judi daring. Dukungan keluarga, komunitas, tokoh agama, hinggamedia massa menjadi elemen krusial dalam membentuk opini publik dan membangunnarasi yang konstruktif. Korban perlu didekati dengan empati, bukan stigma. Kesempatan kedua harus dibuka selebar-lebarnya, karena pada dasarnya merekapun ingin keluar dari jerat yang merugikan tersebut.
Apa yang dilakukan pemerintah hari ini merupakan refleksi dari komitmen negara dalam melindungi warganya dari ancaman digital yang makin kompleks. Denganpendekatan pembinaan terpadu, korban judi daring diberikan jalan keluar yang nyata, bukan hanya dibebani sanksi sosial. Ini merupakan bentuk hadirnya negara di tengahproblematika sosial yang nyata, serta wujud kepedulian terhadap kelompok rentanyang sempat terseret oleh dinamika negatif dunia maya.
Kejahatan digital seperti judi daring merupakan ancaman nyata yang bisa menjangkausiapa saja, tanpa memandang usia, profesi, maupun status sosial. Di tengahkemudahan akses teknologi, masyarakat diimbau untuk tidak tergoda oleh janji-janjikeuntungan instan yang justru merusak masa depan. Keberhasilan pemerintah dalammenghentikan kegiatan judi daring harus menjadi momentum untuk memperkuatliterasi digital, mempererat kolaborasi pemerintah dan masyarakat, serta membangunketahanan sosial terhadap serangan kriminal berbasis teknologi. Indonesia harusterus bergerak maju, menjaga ruang digital tetap bersih, sehat, dan bermartabat untukgenerasi yang akan datang.
*) Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik.