Apotek Desa Upaya Pemerintah Tingkatkan Pemerataan Distribusi Obat

0

Oleh: Dhita Karuniawati )*

Pemerataan layanan kesehatan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan nasional, khususnya dalam menjamin hak dasar masyarakat atas akses terhadap pelayanan medis yang layak. Salah satu aspek penting dari layanan kesehatan adalah ketersediaan dan distribusi obat yang merata hingga ke pelosok negeri. Dalam konteks ini, keberadaan Apotek Desa menjadi sangat vital. Pemerintah Indonesia melalui berbagai program dan kebijakan strategis telah menjadikan Apotek Desa sebagai ujung tombak dalam meningkatkan aksesibilitas obat di wilayah pedesaan.

Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah perdesaan, namun hingga kini, akses terhadap fasilitas kesehatan dan obat-obatan masih sangat terbatas di banyak desa. Jarak yang jauh dari pusat kota, keterbatasan transportasi, hingga minimnya tenaga kesehatan menjadi hambatan utama. Kondisi ini menyebabkan banyak masyarakat pedesaan tidak mendapatkan pengobatan yang tepat waktu dan berkualitas, terutama saat terjadi keadaan darurat atau penyakit menular.

Apotek Desa hadir sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat desa akan akses obat yang terjamin, terjangkau, dan aman. Kehadiran apotek desa bukan hanya sebagai tempat penjualan obat, tetapi juga sebagai pusat edukasi kesehatan, promosi penggunaan obat yang rasional, dan pelayanan kefarmasian yang profesional.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan hingga ke pelosok Indonesia, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto menggagas program bernama Apotek Desa melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2025 yang ditandatangani pada tanggal 27 Maret 2025.

Guna mendukung Inpres tersebut, Kementerian Kesehatan berkoordinasi dan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam melakukan pembinaan, pendampingan, dan fasilitasi termasuk penetapan kebijakan penyelenggaraan koperasi desa/kelurahan merah putih dalam pembentukan klinik dan apotek desa/kelurahan.

Apotek Desa akan menjalankan pelayanan standar meliputi pengelolaan serta pelayanan klinis, dengan memberikan konsultasi ataupun pemberian obat terkait obat-obat program seperti HIV, TBC, Malaria dan program lainnya.

Selain itu, Apotek Desa dapat melakukan pengembangan layanan dengan memberikan pelayanan obat dan alat kesehatan komersial, seperti pemberian obat dengan resep dokter, obat bebas dan bebas terbatas, obat herbal, vitamin dan suplemen kesehatan, serta alat kesehatan sederhana (termometer, kasa, plester, dll).

Program Apotek Desa disambut positif para insan kesehatan. Salah satunya Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Noffendri Roestam menyambutnya dengan tangan terbuka gagasan tersebut. Menurutnya, program ini bisa jadi terobosan penting untuk menghadirkan akses obat dan edukasi kesehatan yang merata hingga ke 80.000 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.

Apotek Desa tidak hanya menjual obat-obatan generik seperti di warung. Konsepnya jauh lebih kompleks, Apotek Desa nantinya akan menjadi bagian dari koperasi desa/kelurahan, dan berperan penting dalam sistem layanan primer kesehatan masyarakat.

Merespons gagasan itu, IAI langsung gerak cepat dengan menggelar diskusi, mengumpulkan masukan, dan memikirkan strategi agar program ini nggak cuma indah di atas kertas.

Ketua Hisfarkesmas PP IAI, apt. Maria Ulfah, mengatakan hanya sekitar 68 persen Puskesmas di Indonesia yang sudah punya apoteker. Sisanya masih ditangani oleh tenaga vokasi farmasi (TVF) atau Nakes lain. Padahal, mengelola apotek bukan perkara mudah. Perlu skill teknis, pemahaman soal regulasi, dan kemampuan mengelola e-katalog obat yang kompleks. Oleh karena itu, Apotek Desa harus dipimpin oleh apoteker, bukan tenaga lain. TVF bisa menjadi pendukung, tapi bukan penanggung jawab. Dari 80.000 desa, bisa jadi tidak semua siap punya Apotek Desa.

Untuk mengisi kekosongan apoteker di desa, IAI mengusulkan sejumlah strategi, mulai dari program Tugas Khusus Apoteker bagi fresh graduate hingga sistem rekrutmen CPNS/PPPK berbasis desa, bukan kecamatan. Harapannya, calon apoteker bisa tahu lebih dulu kondisi desa tujuan sebelum mendaftar. 

IAI juga mendorong kolaborasi Apotek Desa dengan Puskesmas Pembantu (Pustu), termasuk membuka peluang kerjasama dengan BPJS dan mendorong Program Obat Serbu (Serba Seribu) untuk pengadaan obat murah berkualitas tinggi. Sinergitas semua stakeholder termasuk BPOM dan BUMN seperti Indofarma, bisa menjadikan Apotek Desa sebagai solusi nyata untuk kesehatan masyarakat desa.

Gagasan Apotek Desa ini bukan sekadar wacana. Kalau benar-benar dijalankan dengan cermat, ini bisa jadi game changer dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Yang paling penting adalah apoteker siap turun ke desa, di samping pemerintah memperhatikan kesejahteraan dan keamanan mereka.

Apotek Desa merupakan salah satu inovasi penting dalam sistem pelayanan kesehatan nasional yang bertujuan untuk menjamin akses obat yang merata, aman, dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya di pedesaan. Keberadaan Apotek Desa adalah simbol nyata dari komitmen pemerintah dalam menjamin hak kesehatan bagi semua warga negara.

Apotek Desa ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, termasuk obat-obatan, konsultasi kesehatan, dan edukasi kesehatan khususnya di daerah yang sulit terjangkau. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup, mengurangi beban biaya kesehatan, dan mendorong perekonomian lokal dengan membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ke depan, penguatan infrastruktur, sumber daya manusia, serta dukungan regulasi yang tepat akan menjadi kunci sukses dalam mewujudkan Apotek Desa yang mandiri, profesional, dan berdaya saing. Dengan demikian, kita dapat berharap bahwa setiap warga desa, tanpa terkecuali, dapat menikmati layanan kesehatan yang layak, termasuk ketersediaan obat, sebagai bagian dari upaya membangun Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera

)* Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *