Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

0

Oleh: Ratna Soemirat*

Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi.

Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan.

Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar.

Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja.

Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini.

Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya.

Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE System) — sebuah sistem yang dirancang untuk mendeteksi dan menelusuri aktivitas judi daring di ruangdigital.

Inovasi tersebut mendapat apresiasi langsung dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) karena dinilai mampu membantu pemerintah menciptakan ruang digital yang lebih aman, sehat, dan berkelanjutan. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar, menyebut GATE System sebagai wujud kepedulian generasi muda terhadappersoalan bangsa. Sejak Oktober 2024 hingga September 2025, pemerintah telah menindak lebihdari 2,17 juta konten judi daring, sebagian besar berupa situs dan alamat IP yang teridentifikasimemfasilitasi perjudian.

Alexander menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi untukmemperkuat pengawasan ruang digital. Menurutnya, kerja sama ini bukan sekadar pertukaranilmu, tetapi juga momentum memperluas sinergi agar ruang digital Indonesia dapat berkembangdengan prinsip keberlanjutan dan keamanan.

Tim GATE System terdiri dari lima mahasiswa Unila yang terinspirasi oleh keresahan terhadapmaraknya kasus judi daring. Mereka merancang sistem yang mampu mengumpulkan data darisitus terindikasi judi berdasarkan analisis linguistik dan visual, serta melacak potensi transaksifinansial yang terkait. Salah satu anggota tim, Zaka Kurnia Rahman, menjelaskan bahwa sistemini berangkat dari hipotesis bahwa aktivitas judi daring dapat “dimatikan secara finansial” dengan menelusuri arus transaksi yang digunakan untuk deposit.

Meski masih dalam tahap kompetisi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-GVK) menujuPIMNAS, para mahasiswa tersebut menyatakan kesiapannya untuk berkolaborasi lebih lanjutdengan pemerintah agar inovasi ini dapat diterapkan secara luas. Wakil Rektor III Unila, Prof. Dr. Sunyono, juga menegaskan bahwa pihak kampus akan terus mendorong kreativitasmahasiswa agar berdampak nyata bagi masyarakat. Ia berharap GATE System dapat menjadiinspirasi bagi munculnya lebih banyak inovasi digital dalam menjaga ruang siber Indonesia.

Kisah sukses ini menunjukkan bahwa melawan judi daring tidak bisa dilakukan sendirian. Pemerintah, kampus, dan masyarakat perlu bersatu dalam upaya kolektif yang menekankanpendidikan literasi digital dan ekonomi sebagai fondasi utama. Di era di mana teknologiberkembang pesat, masyarakat harus lebih bijak dan waspada terhadap ancaman di balikkemudahan akses internet. Judi daring bukan sekadar permainan, melainkan pintu menujukehancuran finansial, moral, dan sosial.

Hanya dengan memperkuat literasi dan kolaborasi, bangsa ini dapat menciptakan ruang digital yang aman, beretika, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat — bukan pada jebakan semuyang mengatasnamakan hiburan.

Peneliti Masalah Sosial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *