Makan Bergizi Gratis di Papua Dorong Kebangkitan Ekonomi Lokal

0

Oleh : Helena Wambrauw )*

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Papua bukan hanya upaya meningkatkan kualitas gizi masyarakat, tetapi juga berpotensi menjadi penggerak utama perekonomian lokal. Dengan strategi yang tepat, MBG dapat menciptakan ekosistem ekonomi berbasis pangan yang melibatkan petani, nelayan, pelaku usaha kecil, hingga sektor jasa logistik. Pendekatan ini dapat menjadikan Papua bukan sekadar penerima manfaat, tetapi juga produsen dan penyedia sumber daya pangan berkualitas bagi daerahnya sendiri.

Tekad untuk mewujudkan keberhasilan ini disampaikan Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Ahmad Nausrau, yang juga menjabat Ketua Satuan Tugas Percepatan Pembentukan MBG. Ahmad menegaskan bahwa Papua Barat Daya harus menjadi yang terbaik di tanah Papua dalam pelaksanaan MBG, sebagaimana keberhasilan daerah tersebut dalam membentuk Koperasi Merah Putih. Pesan ini mencerminkan optimisme bahwa jika sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha lokal berjalan optimal, dampak ekonomi dari program ini akan terasa luas.

MBG memiliki potensi besar untuk menciptakan pasar baru bagi produk pertanian dan perikanan lokal. Dengan memprioritaskan bahan pangan dari wilayah setempat, pendapatan petani dan nelayan dapat meningkat secara signifikan. Siklus ini akan memperkuat daya beli masyarakat, yang pada akhirnya kembali memutar roda perekonomian daerah. Ahmad Nausrau mengingatkan bahwa tantangan seperti inflasi harga pangan, logistik, dan kualitas produk harus diantisipasi sejak awal agar dampak positif ini tidak terganggu.

Koordinasi antardaerah di Papua menjadi langkah penting untuk menyatukan visi pelaksanaan MBG. Penjabat Sekretaris Daerah Papua Selatan, Maddaremmeng, menjelaskan bahwa penentuan lokasi dapur MBG memerlukan perencanaan anggaran yang terukur dan tidak tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan ini penting agar pembiayaan yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk membeli bahan pangan lokal secara konsisten, sekaligus mendukung pelaku usaha kecil di sektor kuliner dan logistik.

Dari sisi logistik, Papua memang menghadapi tantangan tersendiri mengingat wilayahnya yang luas dan akses transportasi yang terbatas. Namun, justru di sinilah peluang inovasi muncul. Penyediaan dapur-dapur produksi di berbagai titik strategis dapat meminimalkan biaya distribusi dan menjaga kesegaran makanan. Selain itu, pelibatan koperasi lokal dalam proses pengadaan dan distribusi bahan pangan dapat meningkatkan efisiensi serta memberdayakan ekonomi komunitas.

Jika dikelola secara tepat, MBG juga dapat mendorong transformasi sektor pertanian dan perikanan di Papua menuju pola produksi yang lebih modern dan berkelanjutan. Permintaan yang stabil dari program ini dapat menjadi insentif bagi petani dan nelayan untuk meningkatkan kualitas hasil panen serta menerapkan teknologi baru. Hal ini akan memperkuat daya saing produk Papua, baik di pasar domestik maupun luar daerah.

Dampak ekonomi dari MBG juga akan terasa pada sektor tenaga kerja. Program ini akan membuka lapangan kerja baru di bidang pengolahan makanan, distribusi, penyediaan bahan baku, dan jasa pendukung lainnya. Pelatihan tenaga kerja lokal untuk mengelola dapur produksi, menjaga standar kebersihan, dan mengatur distribusi akan meningkatkan keterampilan masyarakat setempat. Dalam jangka panjang, ini akan membentuk basis sumber daya manusia yang lebih kompeten dan siap bersaing.

MBG pun dapat berfungsi sebagai instrumen pengendali harga pangan lokal. Dengan adanya pembelian dalam jumlah besar oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan program, petani dan nelayan memiliki pasar yang pasti sehingga fluktuasi harga dapat ditekan. Stabilitas harga ini akan menguntungkan semua pihak, baik produsen maupun konsumen, serta menjaga daya beli masyarakat.

Penting untuk dicatat bahwa keberhasilan MBG dalam menggerakkan ekonomi lokal memerlukan sistem pengawasan yang ketat. Transparansi dalam proses pengadaan dan distribusi menjadi kunci agar manfaat ekonomi benar-benar sampai kepada pelaku usaha lokal dan tidak terserap oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Kolaborasi dengan lembaga pengawasan independen dan masyarakat setempat dapat memperkuat integritas program.

Dari perspektif sosial, keterlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan MBG akan memperkuat rasa kepemilikan terhadap program ini. Pelibatan tokoh adat, pemuda, dan organisasi perempuan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan dapat memastikan bahwa menu makanan yang disajikan sesuai dengan budaya dan preferensi lokal. Pendekatan ini juga dapat meminimalkan resistensi dan mempercepat penerimaan program di tengah masyarakat.

Sebagai salah satu Program Strategis Nasional, MBG di Papua memerlukan dukungan kebijakan yang berkesinambungan dari pemerintah pusat. Dukungan ini tidak hanya berbentuk pendanaan, tetapi juga penyediaan infrastruktur, fasilitas pelatihan, dan pendampingan teknis. Dengan demikian, manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat terus berkembang bahkan setelah program berjalan beberapa tahun.

Jika Papua mampu mengintegrasikan MBG dengan strategi penguatan ekonomi lokal, hasilnya akan menjadi contoh inspiratif bagi daerah lain di Indonesia. Keberhasilan ini akan menunjukkan bahwa wilayah dengan tantangan geografis dan infrastruktur yang kompleks tetap dapat menciptakan ekosistem ekonomi yang mandiri, sehat, dan berkelanjutan. Dampak ganda berupa peningkatan gizi dan penguatan ekonomi akan menjadikan MBG bukan hanya program bantuan pangan, tetapi juga pilar pembangunan daerah.

Dengan perencanaan yang matang, pengawasan yang transparan, dan kolaborasi yang luas, MBG di Papua dapat menjadi bukti bahwa program nasional mampu bertransformasi menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Ini adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa kebijakan gizi dapat sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat, menciptakan masa depan Papua yang lebih sehat, produktif, dan sejahtera.

)*   Penulis merupakan Pemerhati Pembangunan Papua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *