Pasca PSU Warga Dihimbau Tidak Mudah Terpengaruh Hoaks

Oleh : Robby Purnomo )*
Pemungutan Suara Ulang (PSU) merupakan proses demokrasi yang penting dalam memastikan kedaulatan rakyat tetap terjaga dan suara masyarakat benar-benar terakomodasi. Meski terdapat dinamika dalam pelaksanaan, sejauh ini situasi di lapangan dapat dikatakan relatif terkendali. Hal ini tidak terlepas dari kerja keras aparat keamanan, tokoh masyarakat, dan berbagai elemen yang terus berupaya untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas. Namun demikian, pasca PSU, muncul tantangan baru berupa maraknya hoaks dan isu provokatif yang beredar di media sosial.
Kapolda Papua, Irjen Pol. Petrus Patrige Rudolf Renwarin, SH, M.Si menegaskan bahwa kondisi keamanan pasca PSU tetap kondusif. Ia menyampaikan bahwa pemberitaan maupun unggahan di media sosial sering kali menggambarkan Papua seolah berada dalam situasi tidak aman. Padahal, kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda, di mana aktivitas masyarakat berjalan seperti biasa. Karena itu, Kapolda mengingatkan seluruh masyarakat untuk tidak terprovokasi isu yang sengaja disebarkan pihak-pihak tak bertanggung jawab. Situasi damai yang sudah terjaga hendaknya terus dipelihara hingga tahap pelantikan gubernur dan wakil gubernur nantinya.
Petrus juga mengajak tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga tokoh politik untuk ikut memberikan pesan yang menyejukkan. Peran mereka sangat strategis dalam memengaruhi opini publik agar tidak mudah terbawa arus informasi menyesatkan. Dalam konteks Papua, harmoni sosial sangat bergantung pada kerja sama lintas elemen masyarakat. Oleh karena itu, pesan menenangkan dari sejumlah pihak terkait akan sangat membantu mencegah timbulnya gesekan. Ia menekankan bahwa menjaga ketenangan bukan semata tugas aparat, melainkan tanggung jawab bersama.
Sementara itu, Wakapolda Papua, Brigjen Pol. Dr. Faizal Ramadhani turut menyoroti bahaya hoaks yang sering kali dimanfaatkan untuk memecah belah persatuan. Menurutnya, perbedaan politik adalah hal yang lumrah dalam demokrasi, namun tidak boleh menjadi benih permusuhan. Kritik harus ditempatkan pada koridor yang sehat, bukan berubah menjadi kebencian yang membakar emosi publik. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak mewariskan persaingan politik sebagai perpecahan sosial. Hal ini menjadi kunci agar Papua bisa melangkah maju tanpa terjebak dalam konflik horizontal.
Dalam setiap pesta demokrasi, tensi politik biasanya meningkat karena adanya perbedaan pilihan. Akan tetapi, setelah proses selesai, yang diperlukan adalah rekonsiliasi dan kebersamaan untuk membangun daerah. Wakapolda menekankan bahwa masyarakat Papua harus menjadikan pengalaman PSU sebagai pelajaran berharga untuk semakin matang dalam berdemokrasi. Dengan begitu, perbedaan pandangan justru bisa memperkaya wacana politik, bukan malah melahirkan jurang permusuhan. Semangat ini akan memperkuat fondasi demokrasi di Papua.
Sekretaris Exco Partai Buruh Provinsi Papua, Petrus Daunema, juga memberikan pandangan serupa. Ia menyerukan agar seluruh lapisan masyarakat tidak termakan isu provokatif yang disebarkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Menurutnya, menjaga kondusifitas keamanan pasca PSU bukan hanya tanggung jawab aparat, melainkan juga kewajiban masyarakat secara luas. Keterlibatan masyarakat dalam menjaga keamanan sangat penting agar Papua tetap berada dalam suasana damai. Ia menegaskan bahwa demokrasi akan bernilai jika masyarakat ikut aktif memelihara stabilitas setelah proses pemungutan suara.
Petrus juga meminta masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Penyebaran berita bohong yang masif belakangan ini jelas bertujuan untuk mengganggu situasi Papua. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk tidak mudah percaya begitu saja dengan informasi yang belum jelas kebenarannya. Ia menekankan agar tidak ada yang terprovokasi dengan ajakan kelompok tertentu yang ingin menciptakan ketidakamanan di Papua. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat bisa lebih selektif dalam menyaring informasi.
Fenomena hoaks pasca PSU sesungguhnya bukan hal baru dalam dunia politik. Seiring meningkatnya penggunaan media sosial, ruang penyebaran informasi palsu semakin luas. Hal ini harus menjadi perhatian serius karena dampaknya bisa mengganggu stabilitas sosial dan politik. Masyarakat Papua diharapkan bisa belajar dari berbagai pengalaman sebelumnya di mana hoaks kerap menjadi pemicu konflik. Dengan kesadaran bersama, penyebaran informasi menyesatkan dapat diminimalisasi.
Upaya melawan hoaks tidak bisa dilakukan sendiri oleh aparat keamanan. Diperlukan kerja sama lintas sektor, mulai dari pemerintah daerah, tokoh masyarakat, organisasi keagamaan, hingga lembaga pendidikan. Setiap elemen memiliki peran penting dalam menciptakan suasana yang menenangkan dan mendorong masyarakat untuk berpikir rasional. Bahkan, media massa juga diharapkan turut menjaga etika jurnalistik dengan mengutamakan verifikasi sebelum menyajikan informasi kepada publik. Dengan kolaborasi ini, Papua bisa lebih kuat menghadapi tantangan informasi palsu.
Pemerintah pusat juga telah berkomitmen untuk menjaga stabilitas di Papua, termasuk melalui penguatan literasi digital. Program edukasi tentang bahaya hoaks sudah sering dilakukan, namun perlu ditingkatkan agar lebih menyentuh lapisan masyarakat akar rumput. Pendekatan personal dengan melibatkan tokoh lokal dinilai lebih efektif karena mereka memiliki pengaruh besar dalam komunitasnya. Strategi ini akan membantu menumbuhkan kesadaran bahwa menjaga Papua tetap aman adalah kepentingan bersama.
Demokrasi bukan hanya tentang perbedaan pilihan, melainkan juga tentang bagaimana masyarakat mampu bersatu kembali setelah kontestasi politik selesai. Hoaks dan isu provokatif adalah musuh bersama yang harus dihadapi dengan kesadaran kolektif. Oleh karena itu, mari seluruh masyarakat bersikap bijak, tidak mudah percaya pada kabar yang belum terverifikasi, dan selalu mengedepankan persatuan. Hanya dengan cara itu, Papua akan terus melangkah maju dalam kedamaian, dan hasil PSU benar-benar menjadi jalan menuju pembangunan yang lebih baik.
)* Penulis adalah seorang Pengamat Politik.