Pemerintah Percepat Swasembada Pangan dengan Ekstensifikasi Lahan

0

Oleh: Anggina Kuswandari*

Ketahanan pangan adalah salah satu pilar utama dalam menjaga kedaulatan bangsa. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia, namun realitasnya selama beberapa dekade terakhir masih menghadapi tantangan serius berupa ketergantungan pada impor. Oleh karena itu, langkah pemerintah mempercepat swasembada pangan melalui ekstensifikasi lahan menjadi strategi penting yang tidak hanya visioner, tetapi juga mendesak untuk segera diwujudkan.

Presiden Prabowo Subianto dengan tegas memerintahkan jajarannya untuk mengelola lahan-lahan tak berizin di seluruh Indonesia agar dapat dijadikan lahan pertanian produktif yang dikelola negara. Kebijakan ini menunjukkan arah pembangunan yang berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal sekaligus menutup celah terbuangnya potensi lahan tidur. Dengan pendekatan tersebut, negara tidak hanya memperluas areal pertanian, tetapi juga mengembalikan fungsi tanah sebagai basis produksi pangan.

Dalam pidato kenegaraan, Presiden menekankan bahwa pemanfaatan lahan tidur merupakan kunci penting untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Upaya ini juga sudah menunjukkan hasil nyata, di mana Indonesia berhasil mengekspor kembali beras dan jagung setelah puluhan tahun absen. Stok beras nasional pun mencapai lebih dari empat juta ton, menjadi rekor tertinggi dalam sejarah. Fakta ini bukan hanya pencapaian administratif, tetapi bukti bahwa strategi ekstensifikasi dan intensifikasi berjalan pada jalur yang tepat.

Keberhasilan ini tidak lepas dari dukungan kebijakan konkret pemerintah. Harga gabah yang sebelumnya sering jatuh kini dipatok lebih tinggi agar petani merasakan keuntungan yang layak. Program bantuan pupuk bersubsidi, distribusi alat dan mesin pertanian, serta pembangunan infrastruktur irigasi memperkuat pondasi produktivitas. Dampaknya langsung dirasakan para petani di lapangan. Jarwanto, petani asal Boyolali, mengaku kini harga gabah yang ia jual lebih stabil dan menguntungkan. Demikian pula Margo, petani dari Merauke, yang terbantu dengan adanya dukungan traktor, pompa air, hingga program penangkaran benih. Cerita-cerita nyata dari petani ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah benar-benar sampai pada akar rumput.

Lebih jauh, pemerintah juga berupaya membangun ketahanan pangan yang inklusif dengan memperhatikan berbagai sektor. Di Sumbawa misalnya, ekstensifikasi lahan tidak hanya diarahkan pada padi atau jagung, tetapi juga budidaya garam. Dinas Kelautan dan Perikanan setempat menyiapkan lahan 2.000 hektare untuk program swasembada garam nasional. Meski baru sekitar 119 hektare yang tergarap, potensi produksi yang dihasilkan sudah signifikan. Dengan penguatan koperasi garam dan dukungan pemerintah, diharapkan garam lokal tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga mampu bersaing dengan produk impor.

Di sisi lain, sektor perkebunan pun mendapat perhatian khusus. Kementerian Perindustrian mendorong ekstensifikasi lahan bekas tambang untuk meningkatkan produksi kakao. Program “doktor kakao” yang melibatkan ribuan petani adalah langkah inovatif yang menggabungkan aspek peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan perluasan lahan produktif. Hasilnya, Indonesia semakin memperkuat posisinya di pasar global sebagai produsen kakao, kopi, dan teh. Tidak hanya menambah nilai ekspor, kebijakan ini juga membuka lapangan kerja dan memperkuat ekonomi pedesaan.

Semua langkah ini mengindikasikan adanya pola pembangunan pertanian yang lebih terintegrasi. Pemerintah tidak hanya menargetkan swasembada beras sebagai simbol kemandirian pangan, tetapi juga mengembangkan diversifikasi pangan dan komoditas unggulan lainnya. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga berpotensi besar menjadi pemain utama di pasar pangan internasional.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa kebijakan pro petani akan terus dijalankan. Penyesuaian harga gabah, distribusi pupuk, penyediaan alsintan, hingga penguatan kebijakan ketahanan pangan adalah bentuk nyata keberpihakan pemerintah. Pernyataan ini selaras dengan komitmen Presiden yang menempatkan kesejahteraan petani sebagai jantung pembangunan sektor pangan. Momentum peringatan HUT ke-80 RI bahkan dijadikan lompatan besar menuju swasembada pangan yang lebih kokoh.

Kebijakan ekstensifikasi lahan tidak hanya soal menambah luasan sawah atau perkebunan. Lebih dari itu, kebijakan ini menyangkut pemerataan pembangunan dan keadilan ekonomi. Lahan-lahan yang sebelumnya dikuasai secara tidak sah kini dialihkan untuk kepentingan rakyat banyak. Petani yang sebelumnya sulit mengakses teknologi dan modal kini mendapat dukungan langsung dari negara. Dengan demikian, strategi ini juga menjadi instrumen pemerataan kesejahteraan.

Tentu saja, tantangan masih ada. Faktor cuaca ekstrem, perubahan iklim, dan keterbatasan infrastruktur masih menjadi hambatan. Namun, dengan kebijakan yang konsisten, dukungan teknologi modern, serta sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, hambatan tersebut dapat diatasi.

Pemerintah Indonesia melalui langkah berani ini telah menegaskan bahwa swasembada pangan bukan lagi sekadar slogan politik, melainkan agenda nyata pembangunan nasional. Dengan mempercepat ekstensifikasi lahan, memperkuat intensifikasi, dan memastikan kebijakan berpihak pada petani, jalan menuju kedaulatan pangan semakin terbuka lebar.

Jika konsistensi ini terjaga, Indonesia tidak hanya akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga berdiri tegak sebagai negara berdaulat pangan yang dihormati dunia. Pada akhirnya, keberhasilan ini bukan hanya kemenangan pemerintah, tetapi kemenangan seluruh rakyat Indonesia yang berhak atas pangan cukup, terjangkau, dan berkualitas.

*Penulis merupakan Jurnalis Bidang Ekonomi dan Pangan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *