Penerbitan PP 38 Tahun 2025 Langkah Terobosan Pemerintah Percepat Pembangunan Daerah

0

Oleh: Rivka Mayangsari*)

Pemerintah menunjukkan langkah strategis dalam memperkuat pembangunan nasional melalui kebijakan yang inovatif dan terukur. Salah satu langkah terobosan tersebut adalah penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat. Aturan ini secara resmi ditandatangani Presiden Prabowo dan menjadi instrumen baru yang memungkinkan pemerintah daerah (pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) memperoleh akses pendanaan langsung dari pemerintah pusat. 

Langkah ini dinilai sebagai terobosan besar untuk mempercepat pembangunan daerah dan memperkuat sektor ekonomi nasional secara menyeluruh. Melalui regulasi tersebut, pemerintah membuka peluang bagi pemda dan korporasi negara untuk mengajukan pinjaman yang dapat digunakan bagi berbagai proyek pembangunan, termasuk infrastruktur publik, layanan sosial, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat menjadi penggerak baru pemerataan pembangunan di seluruh penjuru Indonesia. 

Berdasarkan ketentuan dalam PP Nomor 38 Tahun 2025, dana pinjaman akan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola langsung oleh Menteri Keuangan. Namun, mekanisme penyalurannya tetap dilakukan secara selektif dan bertanggung jawab. Pemerintah menetapkan sejumlah syarat penting bagi pemda sebelum mengajukan pinjaman, antara lain total utang daerah tidak boleh melebihi 75 persen dari pendapatan daerah tahun sebelumnya, serta tidak memiliki tunggakan utang. Selain itu, setiap pengajuan pinjaman juga wajib mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana publik. 

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyampaikan apresiasi terhadap langkah strategis pemerintah tersebut. Ia menilai bahwa regulasi baru ini memberikan kepastian hukum sekaligus membuka akses pembiayaan alternatif bagi pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD. Misbakhun menjelaskan bahwa selama ini banyak proyek strategis di daerah terhambat akibat keterbatasan pendanaan komersial. Dengan adanya PP ini, pemerintah daerah kini memiliki ruang gerak lebih luas untuk merealisasikan program pembangunan tanpa harus bergantung sepenuhnya pada transfer pusat atau pembiayaan swasta yang berisiko tinggi. 

Lebih lanjut, Misbakhun menilai kebijakan ini akan menciptakan sinergi baru dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Melalui mekanisme pinjaman yang terukur dan efisien, daerah dapat lebih ekspansif dalam menjalankan proyek strategis nasional seperti pembangunan jalan, jembatan, transportasi publik, dan fasilitas layanan umum. Ia juga menyebut bahwa langkah ini merupakan bentuk nyata dari semangat desentralisasi fiskal yang tidak hanya memberikan otonomi politik kepada daerah, tetapi juga otonomi ekonomi yang nyata. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Armand Suparman, memberikan pandangan bahwa kebijakan ini berpotensi menjadi solusi tepat dalam menjaga keberlanjutan pembangunan daerah, terutama di tengah dinamika fiskal nasional yang mungkin memengaruhi besaran dana transfer dari pemerintah pusat tahun depan. Menurutnya, skema pinjaman daerah seperti yang diatur dalam PP 38/2025 merupakan bentuk implementasi nyata dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). 

Armand menjelaskan bahwa regulasi tersebut memang membuka ruang bagi daerah untuk memperoleh tambahan pendapatan dalam rangka membiayai kebutuhan tertentu, baik melalui pinjaman ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) maupun kepada pemerintah pusat. Namun demikian, ia juga menekankan pentingnya adanya proses evaluasi dan review menyeluruh dari pemerintah pusat sebelum pinjaman disetujui. Langkah ini, menurutnya, krusial untuk memastikan bahwa setiap pengajuan pinjaman sejalan dengan kapasitas fiskal daerah dan tidak menimbulkan beban keuangan jangka panjang yang berpotensi menghambat pembangunan di masa mendatang. 

Selain aspek regulasi dan pengawasan, Armand juga menilai bahwa keberhasilan implementasi PP Nomor 38 Tahun 2025 akan sangat bergantung pada kemampuan daerah dalam mengelola dana pinjaman secara transparan dan produktif. Daerah diharapkan dapat menggunakan dana tersebut secara tepat sasaran, terutama untuk sektor-sektor yang memiliki dampak ekonomi langsung seperti infrastruktur, energi, pertanian, dan industri kreatif lokal. Dengan perencanaan yang matang, kebijakan ini bisa menjadi katalis bagi percepatan pembangunan daerah sekaligus memperkuat basis ekonomi nasional. 

Presiden Prabowo Subianto sendiri menegaskan bahwa penerbitan PP 38 Tahun 2025 merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk memperkuat kemandirian ekonomi daerah. Menurutnya, pemerintah pusat akan tetap melakukan pengawasan secara ketat agar penggunaan pinjaman benar-benar berorientasi pada kepentingan publik dan tidak disalahgunakan. Presiden juga menekankan bahwa pembangunan daerah harus bergerak cepat namun tetap akuntabel, dengan melibatkan seluruh elemen pemerintah dan masyarakat. 

Kebijakan ini menandai babak baru dalam tata kelola keuangan negara yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan pembangunan di lapangan. Dengan memberikan keleluasaan bagi daerah untuk berinovasi dalam pembiayaan, pemerintah berupaya memastikan bahwa seluruh wilayah, dari Sabang sampai Merauke, dapat berkembang secara seimbang. 

Penerbitan PP Nomor 38 Tahun 2025 menjadi bukti nyata komitmen pemerintahan Prabowo-Gibran dalam menciptakan sistem pembangunan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Dengan dukungan kebijakan fiskal yang progresif serta koordinasi yang solid antara pusat dan daerah, Indonesia melangkah mantap menuju era baru pembangunan yang berpihak pada kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa. 

*) Pemerhati Kebijakan Publik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *