Program Swasembada Energi Jadi Katalis Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

Oleh : Andhika Utama
Program swasembada energi menjadi salah satu agenda strategis pemerintah Indonesia di tengah dinamika global yang penuh tantangan. Ketergantungan terhadap impor energi, fluktuasi harga minyak dunia, serta transisi menuju energi hijau membuat kebutuhan akan kemandirian energi semakin mendesak. Pemerintah menilai, swasembada energi tidak hanya menjadi jawaban atas isu ketahanan nasional, melainkan juga motor penggerak pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja yang luas.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia terus menghadapi tantangan defisit neraca migas akibat tingginya impor bahan bakar minyak. Sementara itu, permintaan energi nasional terus meningkat seiring pertumbuhan industri, pembangunan infrastruktur, serta kebutuhan masyarakat. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk melakukan percepatan program swasembada energi dengan memaksimalkan potensi sumber daya alam dalam negeri. Indonesia memiliki cadangan energi fosil yang masih cukup besar, ditambah potensi energi baru terbarukan (EBT) yang melimpah mulai dari panas bumi, angin, tenaga surya, hingga bioenergi.
Swasembada energi diproyeksikan menjadi katalis bagi transformasi ekonomi. Dengan kemandirian energi, Indonesia dapat memastikan ketersediaan pasokan bagi industri dalam negeri dengan harga yang lebih stabil. Hal ini akan memperkuat daya saing industri manufaktur, transportasi, pertambangan, dan sektor lain yang sangat bergantung pada energi. Ketika biaya energi terkendali, investor memiliki keyakinan lebih besar untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga membuka ruang tumbuhnya industri baru yang menyerap banyak tenaga kerja.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa realisasi investasi sektor ESDM pada semester I 2025 mencapai US$13,9 miliar (sekitar Rp226,4 triliun), meningkat 24,1% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya—menjadi capaian tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Dari sisi pembangunan, program ini mendorong percepatan infrastruktur energi. Pemerintah melalui BUMN energi dan kerja sama dengan swasta tengah gencar membangun kilang minyak, jaringan gas bumi, serta pembangkit listrik berbasis EBT. Proyek-proyek ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, baik pada tahap konstruksi maupun operasional. Selain itu, pembangunan infrastruktur energi juga menumbuhkan industri pendukung, mulai dari jasa konstruksi, logistik, hingga manufaktur peralatan energi. Efek domino inilah yang menjadikan swasembada energi sebagai katalis pertumbuhan ekonomi sekaligus penciptaan lapangan kerja.
Tidak hanya di sektor formal, swasembada energi juga membuka peluang usaha di tingkat lokal. Pemanfaatan energi terbarukan berbasis komunitas, seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro atau panel surya untuk desa, dapat melibatkan masyarakat secara langsung. Kehadiran energi murah dan berkelanjutan di daerah terpencil berpotensi mendorong tumbuhnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan begitu, dampak swasembada energi tidak hanya dirasakan di kota-kota besar, tetapi juga di wilayah pedesaan yang selama ini terkendala akses energi.
Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa Indonesia dapat mencapai swasembada energi dalam 6–7 tahun ke depan, dengan fokus pada listrik dan energi surya sebagai kunci utama transformasi energi.
Pemerintah menegaskan bahwa agenda ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045. Dalam visi tersebut, energi berdaulat menjadi tulang punggung transformasi ekonomi menuju negara maju. Presiden dan jajaran kabinet berulang kali menekankan bahwa kemandirian energi bukan sekadar kebutuhan teknis, tetapi juga simbol kedaulatan bangsa. Dengan mengurangi ketergantungan pada impor, Indonesia dapat menekan kerentanan terhadap gejolak global dan menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.
Lebih jauh, program swasembada energi juga diharapkan menciptakan ekosistem inovasi. Generasi muda, perguruan tinggi, hingga start-up energi dilibatkan untuk mengembangkan teknologi ramah lingkungan yang mampu meningkatkan efisiensi produksi. Pemerintah menyiapkan berbagai insentif, mulai dari pembiayaan riset hingga kemudahan perizinan, untuk mendorong keterlibatan swasta dan akademisi. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan mempercepat transfer teknologi serta mencetak tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan industri energi masa depan.
Sementara itu, dari sisi kebijakan, pemerintah terus memperkuat regulasi untuk mempercepat transisi energi. Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan bauran energi baru terbarukan mencapai 23 persen pada 2025 dan terus meningkat pada dekade berikutnya. Target ini bukan hanya soal kontribusi terhadap agenda global perubahan iklim, melainkan juga peluang ekonomi baru yang menjanjikan. Pasar energi terbarukan global yang terus berkembang membuka kesempatan bagi Indonesia menjadi pemain utama, khususnya dalam pengembangan baterai dan kendaraan listrik.
Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, geopolitik energi, dan ketidakpastian ekonomi dunia, langkah Indonesia untuk mengejar swasembada energi menjadi strategi krusial. Selain memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional, kemandirian energi juga berarti memberikan manfaat nyata bagi masyarakat: harga energi yang terjangkau, peluang kerja yang meluas, serta peningkatan kualitas hidup di berbagai daerah.
Pada akhirnya, swasembada energi tidak sekadar soal ketersediaan pasokan, melainkan strategi besar untuk memastikan masa depan ekonomi Indonesia yang lebih kuat, berdaulat, dan berkelanjutan. Program ini bukan hanya membangun kemandirian energi, tetapi juga membangun harapan baru bagi jutaan tenaga kerja, menggerakkan ekonomi nasional, dan memperkokoh fondasi menuju Indonesia Emas 2045.
)* Pengamat Kebijakan Publik